MENGOPTIMALKAN MOMENTUM HARI KELUARGA NASIONAL UNTUK MEWUJUDKAN KELUARGA SEJAHTERA
- Dibaca 4760 kali
- 18 Januari 2019 10:44:54
Tinjauan Ilmiah
MENGOPTIMALKAN MOMENTUM HARI KELUARGA NASIONAL
UNTUK MEWUJUDKAN KELUARGA SEJAHTERA
Oleh: Kasriyati, SPd, M.Si
Penyuluh KB Kecamatan Wates
Intisari
Hari keluarga Nasional (Harganas) yang kita peringati setiap tahun pada tanggal 29 Juni merupakan saat yang tepat bagi kita semua untuk merefleksi kembali seberapa jauh kita telah berupaya untuk mewujudkan keluarga sejahtera sekaligus hasil-hasil yang telah kita capai selama ini, tantangan yang dihadapi dan solusi yang telah dilakukan. Momentum ini harus kita optimalkan kemanfaatannya, karena seiring dengan derasnya laju modernisasi yang membawa perubahan kehidupan ke arah globalisasi, tantangan hidup berkeluarga semakin berat dan beragam. Apalagi kita telah memasuki era Revolusi Industri 4.0.
Dari sinilah kita perlu memantapkan kembali peran masing-masing anggota keluarga agar dapat bersinergi mewujudkan keluarga yang dapat menjadi wahana pembentukan generasi berkualitas. Generasi berkualitas yang dimaksud adalah generasi yang tidak saja sehat, cerdas dan trampil, tetapi juga generasi yang berkepribadian dan bertanggungjawab serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pendahuluan
Seiring dengan dimasukinya era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan perjuangan hidup, diakui atau tidak, perhatian kita terhadap pentingnya penduduk sebagai sumber daya pembangunan semakin menonjol. Penduduk sekarang ini, tidak sekedar kita lihat sebagai faktor produksi semata yang menghasilkan barang dan jasa, tetapi semakin dilihat sebagai produsen, konsumen, sumber pemikiran dan sumber motivasi pembangunan. Dengan pemikiran semacam ini, kita semakin yakin bahwa untuk keberhasilan pembangunan di negara manapun, penduduk tidak cukup hanya memiliki ketrampilan atau penguasaan teknologi saja. Tetapi harus pula memilii wawasan, cara berpikir, orientasi nilai tertentu yang memberikan penghargaan untuk maju sesuai dengan budaya bangsa dan ciri insan yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sejalan dengan komitmen kita terhadap pentingnya penduduk dalam pembangunan seperti tersebut di atas, peran keluarga sebagai lembaga masyarakat terkecil, juga kita rasakan menjadi semakin penting. Sebab sebagai lembaga masyarakat terkecil yang pertama dan utama di mana manusia mulai mengenal peradaban dunia, keluarga memiliki peranan yang sangat besar dalam meentukan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Keluarga juga merupakan wahana pengendalian dan penyesuaian sosial bagi anggota-anggotanya. Selain itu, keluarga juga merupakan tempat perlindungan bagi anggotanya dari berbagai ancaman yang bersifat fisik maupun non fisik. Dengan demikian mengingat jumlah dan peranannya yang demikian strategis, seandainya keluarga tersebut dapat dipersiapkan dengan baik, akan dapat menjadi institusi pembangunan yang sangat vital. Terutama dalam ikut menyiapkan sumber daya insani pendukung pembangunan yang memiliki kualitas seperti tersebut di atas.
Untuk dapat berperan sebagai wahana penyiapan sumber daya insani pembangunan, keluarga harus memiliki kualitas tertentu sehingga dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. Agar dapat melaksanakan fungsinya dengan baik - yang juga berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidupnya - upaya-upaya guna membangun keluarga sejahtera, sangatlah dibutuhkan.
Yang menyedihkan, di era globalisasi yang telah mengarah ke era Revolusi Industri 4.0 ini, keluarga-keluarga Indonesia mengalami tantangan yang sangat berat. Derasnya arus informasi dan budaya buruk dari luar seiring dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, telah menyebabkan ketahanan keluarga mulai goyah. Bila kita mau merefleksi diri, dahulu keluarga merupakan lembaga yang ampuh sebagai wahana pembentukan dan pengembangan karakter, kepribadian, etika, moral dan sopan santun. Keluarga juga menjadi institusi pendidikan yang handal bagi setiap anggotanya dalam penanaman nilai-nilai sosial dan religi. Namun semenjak informasi dan budaya luar yang negatif dari luar mudah sekali diadopsi oleh para remaja yang notabene adalah anggota keluarga, maka keluarga tidak dapat lagi menjaga eksistensinya sebagai keluarga berketahanan yang mampu membendung pengaruh negatif dari luar. Buktinya, sekarang ini banyak sekali peristiwa kenakalan remaja yang kelewat batas, tidak sekedar berperilaku buruk merokok dan minum-minuman keras, tetapi sudah merambah pada perilaku premanisme, suka menipu, mencuri, merampok dan membunuh untuk memenuhi kepuasan sesaat. Belakangan, kasus penyalahgunaan narkoba dan perilaku seks bebas oleh anak dan remaja, menjadi fenomena tersendiri yang sangat memprihatinkan. Ini masih ditambah dengan kasus-kasus ketidakharmonisan keluarga saat ini, seperti tingginya angka perselingkuhan, perceraian, kekerasan terhadap anak dan perempuan, serta segudang persoalan lainnya.
Perlu diketahui bahwa sebelum sampai pada kondisi sejahtera, keluarga acapkali mendapat ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang senantiasa dapat menggoyahkan eksistensi keluarga. Berbagai bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan tersebut dapat berasal dari luar maupun dari dalam lingkungan keluarga itu sendiri. Kesemuanya itu jika tidak dapat segera diatasi, akan merupakan penghalang yang serius dalam upaya meningkatkan kualitas keluarga.
Dalam kondisi yang demikian, tentu kecil kemungkinannya untuk dapat menciptakan individu-individu yang diharapkan. Oleh karena itu, guna mengatasi semua permasalahan tersebut, keluarga harus mengerahkan segenap daya dan upaya serta memanfaatkan seluruh potensinya agar dapat mencukupi segala kebutuhan hidup anggota-anggotanya. Di samping itu, keluarga juga harus berikhtiar untuk dapat selalu menciptakan suasana aman, tenteram dan nyaman di rumah yang menjadi jaminan bagi seluruh anggota keluarga untuk dapat “kerasan” tinggal di rumah.
Membangun Keluarga Sejahtera
Membangun keluarga sejahtera, pada hakekatnya tidak saja berarti mengentaskan keluarga dari kemiskinan harta dan kebutuhan fisik semata, melainkan juga berbagai dimensi kebutuhan lainnya yang mencakup sosial psikologis dan pengembangan diri untuk jangka waktu yang lebih lama. Salah satu hal yang mendasarinya adalah bahwa kebutuhan hidup sejahtera tidak cukup hanya dari pemenuhan kebutuhan lahiriah, tetapi juga batiniah.
Oleh sebab itu, secara konseptual, membangun keluarga agar menjadi lebih sejahtera harus mencakup upaya-upaya pada beberapa anak sebagai berikut :
Aspek Keagamaan
Aspek keagamaan (religius) perlu mendapat perhatian serius dalam membangun keluarga sejahtera. Sejak keluarga terbentuk, aspek keagamaan harus sudah menjadi landasan utama. Ini dicerminkan dari pembentukan keluarga itu yang harus didasarkan oleh perkawinan yang sah menurut kaidah-kaidah agama mapun peraturan pemerintah.
Tanpa landasan agama yang cukup, keluarga tidak mungkin dapat melaksanakan fungsi keagamaan. Apalagi secara hakekat keluarga berkewajiban memperkenalkan dan mengajak serta anak dan keluarga lainnya untuk mengetahui kaidah-kaidah agama, melainkan juga untuk menjadi insan-insan beragama.
Sebagai hamba yang sadar akan kedudukannya sebagai makhluk yang diciptakan dan dilimpahi nikmat tanpa henti. Sehingga menggugah mereka untuk mengisi dan mengarahkan hidupnya untuk mengabdi kepada Tuhan. Ini berarti, yang diharapkan dengan pembangunan pada aspek ini adalah bukan sekedar orang yang serba tahu tentang berbagai kaidah dan aturan hidup beragama, melainkan yang benar-benar merealisasikannya dengan penuh kesungguhan.
Aspek Ekonomi
Aspek ekonomi sangat penting diperhatikan dan diupayakan untuk membangun keluarga sejahtera. Karena keluarga yang sejahtera baru dapat dibentuk, apabila keluarga yang bersangkutan telah memiliki landasan ekonomi yang kuat. Lebih-lebih keberhasilan pada aspek ini, akan berpengaruh pada keberhasilan aspek-aspek dalam keluarga.
Sebagai satu kesatuan ekonomis, keluarga memang diharapkan mampu mencukupi kebutuhan hidup anggota-anggotanya secara mandiri. Karenanya, keluarga harus dibangun sehingga cukup kuat ekonominya, mengingat faktor ekonomi sering mempengaruhi kemampuan keluarga dalam menjalankan fungsi-fungsi keluarga pada umumnya, selain fungsi ekonomi itu sendiri. Seperti fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi keagamaan dan fungsi pembinaan lingkungan.
Memang dapat dibayangkan, bagaimana mungkin seorang kepala keluarga yang berpenghasilan di bawah batas kemiskinan dapat menyediakan biaya hidup sehingga keluarga tersebut dapat hidup layak dan mencapai ketahanan-ketahanan keluarga yang diharapkan. Kondisi seperti ini jelas akan menimbulkan permasalahan sosial, budaya, lingkungan hidup dan kependudukan dalam arti luas.
Aspek sosial budaya
Salah satu tugas keluarga adalah sebagai institusi penerus kebudayaan dalam masyarakat dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam konteks kedudukan keluarga sebagai penerus kebudayaan, aspek sosial budaya memerlukan perhatian yang cukup ketika kita akan membangun keluarga sejahtera, seiring dengan perubahan sosial budaya yang mengglobal di dunia ini. Keluarga harus dibangun dalam situasi yang kondusif dan memberikan kesempatan kepada seluruh anggotanya untuk mengembangkan kekayaan budaya bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan. Untuk itu diperlukan pemahaman yang cukup oleh keluarga, terutama oleh pasangan suami isteri, akan pentingnya memantapkan budaya sendiri dalam koridor yang jelas, namun tetap mampu menyerap budaya asing yang positif dan mencegah yang negatif demi perkembangan masa depan keluarga.
Aspek Biologis dan Kesehatan
Aspek penting yang tidak boleh dilupakan pula untukdapat membangun keluarga sejahtera adalah aspek biologis dan kesehatan. Perlu adanya perhatian pada aspek ini mendasarkan pada asumsi, bahwa dalam kehidupannya manusia memeiliki berbagai kebutuhan. Salah satunya yang cukup vital adalah kebutuhan biologis dan kebutuhan akan kesehatan.
Kebutuhan biologis salah satunya menyangkut kepentingan fungsi reproduksi keluarga, dimana keinginan untuk memperoleh keturunan dan pemuasan nafsu biologis (seks) dapat terpenuhi dengan baik, selain kebutuhan biologis lainnya sebagai makhluk hidup. Sementara kebutuhan akan kesehatan menyangkut kepentingan akan perlunya hidup sehat agar seluruh anggota keluarga dapat bekerja dan beraktivitas dengan baik serta dapat menikmati hasil-hasilnya dengan penuh kebahagiaan. Oleh karena itu, keluarga harus diciptakan menjadi keluarga yang sehat dan bebas dari segala penyakit. Karena bagaimanapun, tingkat kesehatan suatu keluarga akan memberikan dampak pada kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin anggota-anggotanya.
Mengingat besarnya hubungan antara aspek biologis dan kesehatan, maka dalam pelaksanaan kedua aspek ini, keluarga khususnya suami isteri, tidak boleh menghadapinya secara biofisik belaka, melainkan harus didasari pula oleh pandangan psikis maupun moral dan sosial.
Aspek Pendidikan
Fungsi keluarga sebagai tempat pendidikan anak atau anggota keluarga lainnya yang sangat vital selain sekolah dan lingkungan, menjadi dasar mengapa aspek pendidikan harus diperhatikan apabila kita ingin membangun keluarga yang sejahtera. Oleh karena itu jangan heran jika Bapak Perguruan Taman Siswa Ki Hajar Dewantara, menyebut keluarga sebagai salah satu dari Tri Pusat Pendidikan. Karena itu, keluarga harus diberdayakan agar menjadi institusi yang handal dalam mencetak generasi penerus yang cerdas, trampil dan berbudi luhur. Sebagai institusi yang pertama kali dikenal anak, keluarga diharapkan mampu menjadi tempat belajar bagi anak yang menyenangkan dengan suasana yang tenteram, tenang dan penuh kasih sayang. Sehingga anak akan menjadi generasi penerus yang dapat diharapkan perjuangannya dikemudian hari.
Menurut Van Dijk (dalam Mardiya, 2000), dahulu pendidikan berpusat pada keluarga dan keluarga merupakan pula pusat pendidikan bagi anak dalam segala bidang. Ditinjau secara historis, keluarga memang merupakan lembaga pendidikan yang pertama ada dalam masyarakat, sebab anak memang dilahirkan dalam keluarga, dan keluargalah yang pertama kali memberikan bantuan dan bimbingan kepada anak sejak lahir. Hal ini bahkan dapat kita saksikan dalam kehidupan hewan. Rasa saling keterkaitan secara biologis dan psikologis, menyebabkan pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan yang paling wajar bagi anak.
Dengan demikian, aspek pendidikan perlu mendapat perhatian yang cukup, karena keluarga merupakan tempat yang pertama dan utama bagi anak yang akan membentuk kepribadiannya. Karenanya, dalam hal-hal tertentu, kepribadian dan perilaku seseorang akan dapat dirunut melalui keluarga.
Aspek Cinta Kasih
Perlu diketahuim keluarga sejahtera tidak akan terbangun tanpa ada komunikasi yang baik antara anak dengan orang tuanya, antara anak dengan anggota keluarga lainnya, dan anak dengan lingkungannya. Di samping itu, komunikasi anak dengan keseluruhan pribadinya, terutama pada saat anak masih kecil yang masih menghayati dunianya secara global dan belum terdifferensiasikan.
Sebagaimana kita ketahui, pada saat anak masih kecil, perasaannya masih memegang peranan penting. Secara instuitif ia dapat merasakan atau menangkap suasana perasanaan yang meliputi orang tuanya pada saat anak berkomunikasi dengan mereka. Dengan perkataan lain, anak sangat peka akan iklim emosional yang meliputi keluarganya. Dengan demikian, kehangatan yang terpancar dari keseluruhan gerakan, ucapan, mimik serta perbuatan orang tua, merupakan syarat utama yang harus dipenuhi agar anak merasa nyaman di rumah. Jadi secara langsung maupun tidak langsung, suasana yang penuh cinta kasih akan menjadi modal yang tak ternilai harganya bagi keluarga untuk membahagiakan anak dan mensejahtrakan keluarga itu sendiri.
Perhatian pada aspek cinta kasih ini akan menjadi lebih lengkap untuk membahagiakan anak dan anggota keluarga lainnya, jika disertai dengan perlindungan keluarga yang cukup kepada seluruh anggotanya. Sehingga tumbuh rasa aman, tenang dan tenteram serta terlindungi dari berbagai ancaman dan tekanan dari luar, baik yang bersifat fisik maupun psikis.
Selain keenam aspek tersebut di atas, dalam membangun keluarga sejahtera, juga harus memperhatikan aspek-aspek lain yang terkait dan memiliki daya ungkit tinggi untuk mewujudkan kesejahteraan keluarga. Seperti aspek pembinaan lingkungan yang memfokuskan pada penciptaan hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara keluarga dengan lingkungannya baik lingkungan fisik (alam) maupun non fisiknya (budaya), dan aspek sosialisasi yang mengkhususkan hubungan antar anggota dalam satu keluarag dan antar anggota keluarga dengan anggota keluarga lainnya. Sehingga, jika aspek sosialisasi ini mendapat perhatian yang optimal, maka akan diperoleh individu-individu yang tidak saja mampu berkomunikasi secara baik dengan anggota keluarga lainnya atau masyarakat luas, tetapi juga individu yang mampu bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan orang lain dan lingkungannya.
Dengan dasar pemikiran yang telah diuraikan di muka, maka membangun keluarga sejahtera merupakan upaya mutlak yang harus dilakukan keluarga – baik secara mandiri maupun dengan dukungan pemerintah – jika kita menginginkan keluarga dapat menghasilkan individu yang berkualitas. Di samping keluarga itu sendiri mampu menjadi institusi pembangunan yang handal, dan mampu menjadi aset yang tak ternilai harganya dalam memberikan power bagi pembangunan. Apalagi sejalan dengan dimasukinya era milenium III, keberadaan SDM yang berkualitas serta potensial semakin dibutuhkan guna menjawab fenomena-fenomena dalam berbagai aspek kehidupan yang bakal terjadi pada abad ke-21.
Momentum Hari Keluarga Nasional
Hari Keluarga Nasional (Harganas) menjadi momentum bagi para keluarga Indonesia untuk tetap melaksanakan program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Kluarga (KKBPK) dengan slogan “dua anak cukup” dan melakukan pertemuan antara ayah, ibu, anak dan mungkin paman atau bibi, sehingga dapat dirumuskan kesepakatan bersama tentang fungsi masing masing sehingga terwujud keharmonisan dan kesatuan keluarga. Peran orang tua sangat besar dalam mengasuh anaknya. Orang tua adalah orang pertama dan utama dimana anak memperoleh pendidikan. Melalui orang tua anak belajar mengucapkan kata, berbicara, makan dan berjalan sendiri. Oleh karena itu pakar pendidikan menyebut keluarga sebagai lingkungan pendidikan utama.
Menurut Hasbullah (1997), dalam tulisannya tentang dasar-dasar ilmu pendidikan, sebagai lembaga pendidikan keluarga memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi dalam perkembangan kepribadian anak, mendidik anak dirumah, dan fungsi sebagai pendukung pendidikan di sekolah atau di luar rumah. Orang tua berkewajiban mengasuh, mendidik, menjaga dan memelihara anaknya dengan baik. Orang tua harus menanamkan nilai-nilai positif kepada anaknya, memperkenalkan alam, dan memberikan contoh bagaimana melakukan tugas sehari-hari di rumah: mencuci piring, memasak, membersihkan rumah dan sebagainya. Sampai anak menginjak dewasa, orang tua masih berkewajiban mendidik dan mengasuh anaknya agar menjadi anak yang mandiri dan matang. Orang tua wajib menyiapkan anak hingga mampu menjalani hidupnya sendiri.Orang tua bertanggung jawab atas penanaman tentang prinsip-prinsip hidup kepada anaknya; bagaimana anak seharusnya hidup; bagaimana anak berinteraksi kepada Penciptanya, sesama manusia dan alam. Meminjam istilah para filosof, orang tua harus mengajarkan kebenaran kepada putra-putrinya. Oleh karena begitu besarnya tanggung jawab orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya, maka setiap calon orang tua harus memahami apa-apa saja yang mesti mereka lakukan dalam menjalankan tanggug jawab tersebut. Tugas utama orang tua adalah menanamkan nilai-nilai moral melalui delapan fungsi keluarga, yaitu:
Fungsi keagamaan ; Keluarga adalah tempat pertama setiap orang mengenal agama, oleh karena itu keluarga berkewajiban menanamkan, menumbuhkan, dan mengembangkan nilai-nilai agama agar anggota keluarga tumbuh menjadi manusia yang bertakwa dan berakhlak mulia. Dalam fungsi agama, terdapat 12 nilai dasar yang mesti dipahami dan ditanamkan oleh setiap keluarga, yaitu: iman, takwa, kejujuran, tenggang rasa, rajin, kesalehan, ketaatan, suka membantu, disiplin, sopan santun, sabar dan ikhlas, serta kasih sayang. Fungsi sosial budaya ; Memiliki fungsi sosial budaya artinya keluarga merupakan wahana pertama dan utama dalam pembinaan dan penanaman nilai-nilai luhur budaya yang selama ini menjadi panutan dalam tata kehidupan. Keluarga memiliki tanggung jawab untuk menanamkan nilai-nilai luhur yang selama ini sudah menjadi panutan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Di antara nilai-nilai budaya yang harus ditanamkan dalam kehidupan keluarga adalah: toleransi dan saling menghargai, gotong royong, sopan santun, kebersamaan dan kerukunan, kepedulian, dan cinta tanah air atau nasionalisme Fungsi cinta kasih ; Kasih sayang merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Kasih sayang juga menjadi komponen utama dalam membentuk karakter seorang anak. Orang tua berkewajiban menciptakan suasana yang penuh kasih dan sayang di tengah-tengah keluarga, sebab hanya dengan cinta dan kasih sayang lah suasana rumah akan menjadi tempat yang sangat menyenangkan bagi anak dan seluruh penghuninya. Untuk menanamkan nilai-nilai cinta dan kasih pada keluarga, orang tua mesti mengajarkan beberapa sikap kepada anak-anaknya. Di antara sikap-sikap tersebut adalah: empati, suasana keakraban, keadilan, pemaaf, kesetiaan, suka menolong, dan tanggung jawab
.
Fungsi perlindungan ; Keluarga mempunyai fungsi sebagai tempat berlindung bagi anggotanya. Bahkan keluarga merupakan pelindung yang pertama dan utama dalam mempertahankan nilai-nilai kebenaran dan keteladanan pada anak-anak. Oleh karena itu keluarga berkewajiban memberikan rasa aman, tenang, dan tentram bagi anggotanya. Dalam menjalankan fungsinya sebagai tempat perlindungan, keluarga harus memahami dan menanamkan lima nilai dasar, yaitu: aman, pemaaf, tanggap, tabah, dan peduli. Fungsi reproduksi ; Salah satu tujuan berkeluarga adalah melestarikan keturunan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keluarga memiliki fungsi reproduksi. Dalam menjalankan fungsi reproduksi keluarga berkewajiban menanamkan tiga nilai dasar, yaitu: tanggung jawab, sehat, dan teguh. Dengan menanamkan tiga nilai dasar ini niscaya keluarga dapat menjalankan fungsi reproduksi dengan baik dan bertanggung jawab. Fungsi sosialisasi dan pendidikan ; Salah satu fungsi keluarga adalah mendidik anak dan anggota keluarga pada umumnya. Dalam fungsi sosialisasi pendidikan keluarga bertanggung jawab membina dan membentuk tingkah laku anak sesuai dengan perkembangan masing-masing. Dalam menjalankan fungsi sosialisasi pendidikan keluarga harus memanamkan beberapa nilai moral utama, yaitu: percaya diri, luwes, bangga, rajin, kreatif, tanggung jawab, dan kerjasama. Fungsi ekonomi ; Dalam menjalankan fungsi ekonomi, keluarga harus dapat menjadi tempat membina dan menanamkan nilai-nilai keuangan agar terwujud keluarga yang sejahtera. Orang tua mesti menanamkan kepada anak-anaknya bagaimana menyikapi kehidupan ekonomi dengan baik dan bijak. Orang tua berkewajiban membangun kebiasaan positif anak-anak dalam mengelola keuangan. Di antara nilai-nilai yang mesti ditanamkan orang tua berkaitan dengan pengelolaan keuangan adalah: hemat, teliti, disiplin, peduli, dan ulet. Fungsi lingkungan; Pemanfaatan sumber daya alam tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan dan fungsi ekologi telah merusak kelestarian lingkungan. Oleh karena itu penanaman nilai fungsi lingkungan harus dilakukan sejak dini, agar tumbuh manusia-manusia yang memiliki rasa tanggung jawab terhadap pelestarian lingkungan hidup. Keluarga merupakan wadah yang paling tepat dalam menanamkan nilai-nilai kepedulian terhadap lingkungan. Semangat peduli lingkungan itu dapat ditanamkan dengan menga-jarkan beberapa sikap dasar kepada anak-anak, yaitu: bersih, disiplin, pengelolaan, dan pelestarian .
Lamanna dan Riedmann (1991) mengungkapkan ada tiga fungsi yang harus dijalankan oleh suatu keluarga yaitu fungsi reproduksi yang bertanggung jawab, fungsi dukungan ekonomi dan fungsi perlindungan emosional.
Persemaian Fungsi Keluarga . Secara umum fungsi-fungsi keluarga yang perlu ditanamkan tersebut dapat diuraikan berikut ini. Bila para orang tua telah mampu menyemaikannya dalam kehidupan di masing-masing keluarga, maka peran pemerintah akan semakin ringan. Fungsi Agama. Agama merupakan dasar dari segala fungsi. Keluarga dan anggotanya didorong dan dikembangkan agar kehidupan keluarga dapat dijadikan sebagai wahana persemaian nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa untuk menjadi insan agamis yang penuh iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Ada 13 nilai dasar yang dikembangkan, meliputi iman, taqwa, kejujuran, tenggang rasa, rajin, kesalehan, ketaatan, suka membantu, disiplin, sopan santuan, kesabaran, kasih sayang, dan tanggung jawab yang harus diterapkan orang tua terhadap anak-anaknya.
Fungsi Budaya, fungsi ini memberikan kesempatan kepada seluruh keluarga dan anggotanya untuk mengembangkan kekayaan budaya bangsa yang beraneka ragam dalam suatu kesatuan. Budaya di sini lebih banyak menekankan pada pola perilaku dan sifat-sifat yang perlu dilestarikan. Nilai dasar fungsi budaya yang harus kita lestarikan melalui pewarisan orang tua kepada anaknya meliputi nilai-nilai gotong royong, sopan santun, kerukunan, kebersamaan, kepedulian, toleransi dan kebangsaan. Fungsi Cinta-kasih. Cinta kasih akan memberikan landasan yang kokoh terhadap hubungan anak dengan anak, suami dengan istri, orang tua dengan anaknya, serta hubungan kekerabatan antar generasi sehingga keluarga menjadi wadah utama bersemainya kehidupan yang penuh cinta kasih lahir bathin. Hubungan tersebut akan terwujud bila suatu keluarga dapat menerapkan nilai-nilai berupa empati, adil, pemaaf, setia, suka menolong, pengorbanan dan tanggung jawab. Fungsi Perlindungan. Suatu keluarga harus mampu menciptakan dan menumbuhkan rasa aman dan kehangatan dalam keluarga tersebut, sehingga akhirnya akan terwujud ketenangan dan kenyamanan dalam keluarga tersebut. Oleh sebab itu harus ada sikap yang tanggap bagi seluruh anggota keluarga untuk menciptakan suasana tersebut bagi anggota lainnya. Fungsi reproduksi. Secara kodrati makhluk hidup itu memerlukan keturunan untuk melestarikan keberadaannya. Yang terpenting dan terbaik bagi manusia apabila ia dapat melanjutkan keturunannya itu dengan menciptakan kondisi yang lebih baik dari orang tuanya. Oleh sebab itu harus ada perencanaan yang baik dalam reproduksi dengan kata lain adanya reproduksi yang bertanggung-jawab. Fungsi sosialisasi atau pendidikan. Fungsi keluarga ini menekankan bahwa keluarga berperan untuk mendidik keturunan agar bisa melakukan penyesuaian dengan alam kehidupannya di masa depan. Bagi orang tua, harus mampu menanamkan kepada keturunannya nilai-nilai pendidikan yang positif seperti percaya diri, luwes, bangga, rajin, kreatif, tanggung-jawab serta kerjasama. Jadi makna pendidikan di sini bukan berarti hanya terhadap kemampuan orang tua untuk memberikan pendidikan formal kepada anaknya belaka, tetapi termasuk didalamnya tanggung-jawab orang tua dalam kemampuan sosialisasi anak. Fungsi ekonomi. Banyak yang beranggapan bahwa ada uang segala sesuatu akan beres. Sehingga fungsi ini diartikan bahwa dengan terwujudnya fungsi ekonomi yang baik (dibaca âpunyai kerjaan bagus, banyak uangâ) maka fungsi-fungsi lain seperti pendidikan, perlindungan dan sebagainya akan segera dapat teratasi. Anggapan ini perlu diluruskan karena dalam membina fungsi ekonomi keluarga yang harus ditanamkan dan menjadi landasan dasarnya adalah adanya nilai-nilai hemat, peduli, teliti, disiplin dan ulet bagi anggota keluarga tersebut. Nilai-nilai inilah harus diwariskan orang tua untuk membentengi ketahanan keluarga yang tangguh. Fungsi pembinaan lingkungan. Fungsi keluarga ini memberikan kepada setiap anggota keluarga kemampuan untuk menempatkan diri secara serasi, selaras dan seimbang sesuai dengan daya dukung alam dan lingkungan yang berubah secara dinamis. Setidaknya bagi orang tua harus mampu menanamkan rasa cinta dan menyayangi lingkungan alam sehingga dapat menjaga dan melestarikan untuk kehidupan mendatang.
Mengoptimalkan Memontem Hari Keluarga Nasional
Sesuai amanat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Hari Keluarga Nasional, setiap tanggal 29 Juni kita memperingati Hari Keluarga Nasional atau Harganas. Tanpa terasa, tanggal 29 Juni 2019 lalu, kita telah memperingati Hari Keluarga yang ke-26. Tahun ini, puncak peringatan Harganas secara nasional dipusatkan di Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan dengan mengangkat tema “Hari keluarga, Hari Kita Semua” dan Tag Line “Cinta Keluarga, Cinta Terencana”.
Namun sejauh ini, peringatan yang kita laksanakan setiap tahun ternyata belum mampu secara optimal menggugah kesadaran dan kepedulian keluarga-keluarga di Indonesia untuk berupaya memperbaiki kualitas diri. Hal ini dibuktikan dengan masih tetap banyaknya kasus-kasus perceraian, keretakan dan ketidakharmonisan hubungan antar anggota keluarga, juga kecenderungan meningkatnya kasus-kasus perselingkuhan baik oleh suami sebagai kepala keluarga maupun isteri sebagai pendamping suami. Sementara mereka mestinya dapat menjadi dapat menjadi contoh dan teladan yang baik anak-anaknya.
Di kalangan anak-anak sendiri sebagai generasi penerus yang akan menentukan masa depan bangsa, juga telah mengalami degradasi mental dan moral yang cukup serius karena salah dalam pengasuhan dan pembinaan, terutama oleh keluarga. Sebagai dampak dari pelaksanaan fungsi-fungsi keluarga yang kurang berjalan baik seperti fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi dan pemibinaan lingkungan, banyak di antara anak-anak kita yang terjebak dalam jiwa hedonisme, konsumerisme, pemboros, tidak menghargai norma dan aturan, serta tidak berdisiplin dan bertanggung jawab. Selain itu yang mencemaskan, remaja kita mulai akrab dengan minum-minuman keras, kehidupan seks bebas, dan penyalahgunaan narkoba yang menyulut kenakalan remaja dan perilaku negatif lainnya yang bersinggungan dengan kriminalitas dan hukum.
Harganas sebenarnya merupakan momentum yang tepat sebagai pijakan dan landasan bagi setiap keluarga di Indonesia untuk merefleksi dan merenungi diri dalam rangka menumbuhkan kesadaran dimana letak kesalahan atau kekeliruan keluarga hingga belum mampu tampil sebagai wahana pembentukan generasi masa depan yang berkualitas. Dari kesadaran ini diharapkan akan tumbuh kepedulian dan semangat pada seluruh keluarga di Indonesia untuk berbuat sesuatu sehingga peran dan fungsinya dapat ditingkatkan dari waktu ke waktu, karena tidak pernah tumbuh persoalan serius dalam keluarganya baik dalam hubungan antar suami isteri, orangtua dengan anak-anaknya maupun dengan lingkungan dan masyarakat sekitarnya.
Kita semua telah memahami bahwa keluarga adalah unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi tumbuh kembang setiap individu dalam keluarga, terutama anak. Hal ini terkait erat dengan tugas keluarga sebagai lembaga pendidikan pertama yang membentuk kepribadian generasi penerus, menumbuhkan dan memupuk jiwa besar, berdisiplin serta bertanggung jawab. Keluarga, terutama orangtua merupakan tokoh yang ditiru oleh anak. Maka sudah seharusnya orangtua memiliki kepribadian yang baik menyangkut sikap, kebiasaan, perilaku dan tata cara hidupnya.
Begitu sentralnya peranan orangtua, penyair kelas dunia Kahlil Gibran menyatakan bahwa orangtua adalah "busur" yang merupakan sarana meluncurkan anak sebagai "anak panah hidup" ke masa depan. Artinya, orang tua adalah pencetak generasi yang bentuk dan pola kepribadiannya menjadi model bagi anak-anaknya. Sehingga para orangtua harus secara sadar memilih nilai-nilai yang akan ditanamkan pada anak, serta mencari peluang dan kesempatan untuk menekankan dan mencontohkan perilaku yang patut diteladani. Meskipun orangtua tidak akan mampu menjamin anak-anaknya tumbuh dan berkembang tepat seperti harapan dan keinginan mereka, namun jika anak dibesarkan dengan nilai-nilai dan kebiasaan yang positif, dipastikan ia akan menerapkan nilai-nilai dan kebiasaan positif itu pada masa dewasanya sehingga memberikan sumbangsih teradap kebiasaan masyarakat
.
Ayah sebagai pemimpin atau kepala keluarga, diibaratkan sebagai mata air. Kalau mata airnya keruh, keruh pula alira sungainya. Sebaliknya kalau mata airnya jernih, maka akan jernih pula aliran sungai itu. Sedangkan ibu dengan sifat halus yang dimiliki, diberi kepercayaan mendidik anak. Anak-anak memiliki tugas belajar agar nantinya dapat menggantikan peran sebagai orangtua. Bila terjadi konflik, penyelesaiannya tidak menggunakan pendekatan hitam putih, tetapi menggunakan cara paling baik untuk keluarga. Orang Jawa dalam menyelesaikan konflik menggunakan falsafah "menang tanpa ngasorake" sehingga orang yang salah tidak kehilangan muka dan yang benar tidak dirugikan.
Dalam konteks yang lebih luas, keluarga memiliki tanggung jawab kepada masyarakat. Mempunyai anak adalah sebuah tindakan moral. Karena dengan memiliki anak, orangtua mempunyai kewajiban terhadap masyarakat. Kenakalan anak akibat pengasuhan dan pembinaan yang salah tidak hanya membuat hati orangtua berduka dan pemakai narkoba tidak hanya membuat sedih orangtuanya, mereka juga menguras uang, sumber daya dan kesabaran masyarakat. Sebaliknya anak-anak yang diasuh dengan baik, bukan cuma menjadi sumber kebahagiaan keluarganya, tetapi juga menjadi landasan bagi masyarakat yang sukses dan patut dibanggakan.
Atas dasar itu, tidakah terlalu salah bila kita menggambarkan tentang hubungan orangtua dan anaknya terutama yang sudah remaja sebagai hubungan antar manusia yang mengemban tanggung jawab moral terbesar. Salah satu tanggung jawab orangtua adalah menanamkan nilai-nilai yang baik, mengajarkan tanggung jawab, serta meningkatkan akhlak yang baik. Tanggung jawab lainnya adalah menjamin kesejahteraan anak, mencurahkan perhatian, serta memahami perasaan dan kebutuhan anak. Keluarga yang harmonis akan memberikan kesempatan seluas-luasnya pada anak untuk menerima dasar-dasar perkembangan, latihan-latihan sikap dan kebiasaan yang baik. Keharmonisan keluarga juga akan memberikan rasa aman bagi anggotanya untuk dapat berkembang secara wajar dalam menerima pengalaman-pengalaman sosial sebagai kehidupan bersama di dalam masyarakat.
Kesimpulan
Harganas menjadi momentum yang sangat tepat untuk membangun keluarga sejahtera. Melalui peringatan Harganas ini, kita perlu memaknai keluarga tidak hanya dalam arti sempit, tetapi untuk menyadarkan lebih dari 70 juta keluarga di Indonesia agar lebih peduli terhadap pentingnya membangun keharmonisan dalam keluarga karena kita telah dibukakan wawasan tentang betapa besar peran sebuah keluarga sebagai wahana pembentukan generasi masa depan yang berkualitas dan berkepribadian yang secara langsung maupun akan menentukan cerah buramnya masa depan bangsa dan negara ini di kemudian hari.
Tentu menjadi harapan kita semua, peringatan Harganas juga dapat dijadikan daya ungkit bagi sinergitas semua pihak, dalam hal ini lembaga pemerintah, swasta, LSM, organisasi profesi, TP PKK, tokoh masyarakat, tokoh agama dan seluruh kader pembangunan, untuk bergerak bersama-sama membangun keluarga yang berkualitas melalui pelembagaan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) sehingga terwujud bangsa yang maju, mandiri dan sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
Sudarmi. 2019. ”Hari Keluarga, Hari Kita Semua” Harian Jogja, 29 Juni 2019 hal 4
Mardiya dan Ngatini, 2019. ”Harganas dan Potret Keluarga Kita” Kedaulatan Rakyat, 27 Juni 2019 hal 11
Mardiya. 2000. Kiat-kiat Khusus Membangun Keluarga Sejahtera. Jakarta: BKKB Pusat
Mardiya. 2005. ”Buramnya Wajah Keluarga Kita” Kedaulatan Rakyat 12 April 2005 Hal 10.
Mardiya & Sudarmi . 2007. ”Membangun Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera”. Kedaulatan Rakyat, 28 Juni 2007 hal 16.
Mardiya & Endar Sunarsih. 2008. “Bergotongroyong Membangun Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera” Kedaulatan Rakyat, 28 Jui 2008 hal 17
Mariyati Sukarni. 1994. Lingkungan dan Kesehatan Keluarga. Yogyakarta: Penerbit