Swasembada Pangan, Salah Satu Harga Diri Bangsa
- Dibaca 2670 kali
- 28 Mei 2013 13:55:41

Bicara mengenai ketahanan pangan di Kulonprogo, data menunjukkan ketersediaan energinya cukup, mencapai 3.418 kkal/kapita/hari, protein 155 gr/ kapita/hari, dengan standar ketersediaan energi per kapita adalah 2200 kkal/kapita/hari dan protein 57 gr/hari. Namun yang dikonsumsi oleh masyarakat masih dibawah standar, yaitu 1760,1 kkal/kapita/hari dan protein 48,9 gr/kapita/hari. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh budaya, local genius ataupun local wisdom. Namun demikian ada juga sebagian masyarakat sudah melebihi standar, sehingga ada kesenjangan. Demikian disampaikan Bupati Kulonprogo, Hasto Wardoyo, dalam acara Studi Strategis Dalam Negeri, Sekolah Staf Pimpinan Bank Indonesia (SESPIBI) angkatan 31 tahun 2013 di gudang gula semut KSU Jatirogo, Selasa (28/05).
"Yang jadi pertanyaan adalah, kenapa kecukupan energi kita di atas standar tetapi masyarakat masih tetap miskin, jawabannya adalah masyarakat ini tidak merata ekonominya, kesenjangan ekonominya cukup tinggi. Rasio gini di Kulonprogo semakin melebar tiap hari, sehingga kesenjangan antara si kaya dan si mikin masih bertambah," tutur Hasto.
Menurut Hasto, sasaran kebijakan ketahanan pangan di Kulonprogo adalah tercapainya peningkatan kualitas konsumsi pangan masyarakat dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) naik minimal 1,7 persen per tahun (saat ini skor PPH Kulonprogo adalah 89); berkurangnya jumlah penduduk rawan pangan kronis; tercapainya kemandirian pangan melalui pencapaian swasembada berkelanjutan untuk beras, jagung dan gula konsumsi, dan pencapaian swasembada kedele dan daging sapi pada tahun 2014
Hasto mencita-citakan di tahun 2014 Kulonprogo bisa swasembada pangan, meskipun untuk komoditi kedelai masih berat. Menurutnya, swasembada pangan merupakan salah satu harga diri bangsa.
"Sebetulnya yang namanya kedaulatan pangan tidak sama dengan kemandirian pangan dalam arti sekedar ketahanan pangan, maksudnya kalau sekedar ketahanan pangan, bisa jadi bahan pangan diimpor dari negara lain dan ditumpuk di gudang, tetapi hal ini tidak menunjukkan mempunyai kedaulatan dan kemandirian," kata Hasto.
Sementara itu, Kepala Kantor Perwakilan BI DIY, Arif Budi Santoso menjelaskan bahwa peserta Sekolah Staf Pimpinan Bank Indonesia (SESPIBI) terdiri dari 6 orang yang menjalankan studi strategis dengan tema: ketahanan pangan dan energi untuk kemandirian bangsa. Para peserta tersebut selama 3 hari mempelajari permasalahan dan kebijakan ketahanan panagan dan energi di DIY dengan menetapkan 3 kabupaten yang akan dikunjungi, yaitu Kulonprogo, Sleman dan Bantul. Yang menjadi titik fokus dari peserta ada 3 komoditi utama, yaitu cabe, bawang merah, gula aren, beras, dan sorghum.
Menurut Ketua KSU Jatirogo, Ngatijo, yang menjadi tuan rumah SESPIBI di Kulonprogo, KSU Jatirogo adalah suatu jaringan dari para petani se-wilayah kabupaten Kulonprogo, yang sepakat mengembangkan pertanian ramah lingkungan. Kegiatan yang dilakukan adalah bidang budidaya, ekonomi, advokasi dan jaringan. KSU Jatirogo melihat ada potensi yang belum tergali di 7 kecamatan di Kulonprogo yang memiliki banyak lahan pohon kelapa. Melihat hal ini KSU Jatirogo berusaha menambah nilai dari hasil pohon kelapa untuk meningkatkan pendapatan petani. Di tahun 2008, KSU Jatirogo sudah mendapatkan sertifikat organik dari Control Union, yang menjadi syarat ekspor ke luar negeri, khususnya Amerika, Jepang dan negara-negara eropa. Namun Ngatijo mengakui, saat ini koperasi belum bisa memaksimalkan kapasitas gudang KSU Jatirogo, yang seharusnya mampu menampung 180 ton namun baru bisa menampung 75 ton.***