MEMAHAMI AL QUR'AN SECARA TEPAT UNTUK MEMBENDUNG TERORISME

  • Dibaca 1619 kali
  • 17 Februari 2012 10:51:23

Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) selama hampir lima puluh tahun ini telah melakukan penelitian terhadap terjemah Al Qur'an dari Kementerian Agama RI, dan menemukan lebih dari 3000 ayat yang salah terjemah atau kurang tepat penafsirannya. Majelis Mujahidin juga telah memberi masukan pada Kementerian Agama untuk dikaji sebagai pertimbangan pada penerbitan terjemah Al Qur'an selanjutnya. Terkait hal itu, MMI juga disarankan untuk segera mencetak tarjamah Tafsiriyah Al Qur'an yang telah disusun dan mengedarkannya kepada masyarakat.

"Berkaitan dengan saran Kementerian Agama, tersebut, MMI melakukan sosialisasi dan presentasi Tarjamah Tafsiriyah Al Qur'an yang diterbitkan MMI ke semua pihak termasuk ke lembaga-lembaga pemerintahan, termasuk ke Kulonprogo," papar M. Shabbarin Syakur, Sekjen Lajnah Tanfidziyah MMI Jogjakarta, dalam audiensi dan pemaparannya di hadapan Bupati Kulonprogo, dr. H. Hasto Wardoyo, SpOG(K), Kamis (16/02) di Gedung Joglo.

Menurut Bupati, masukan dari MMI tersebut memberikan warna pengimplementasian visi dan misi Kabupaten Kulonprogo dalam membentuk masyarakat yang beriman dan bertakwa. Adapun hal-hal yang menyangkut substansi terjemah Al Qur'an dari Kemenag secara kontekstual memang perlu dikritisi, yang tentunya harus diserahkan kepada ahlinya untuk mengkajinya. Terkait dengan penerimaan dan persepsi masyarakat, khususnya masyarakat Kulonprogo yang sensitif terhadap hal-hal yang bersifat provokatif, maka ke depannya perlu diadakan audiensi dalam lingkup yang lebih luas, sehingga apa yang disampaikan bisa jadi bahan diskusi yang pada akhirnya masyarakat dapat memahami kandungan Al Qur'an secara benar dan tepat sesuai dengan maksud sebenarnya.

Menurut Shabbarin, yang pada saat audiensi didampingi oleh Drg. Madi Saputra, Sp. Pros, Ketua Dept. Ekonomi MMI, terjemah yang dibuat Kemenag bisa memicu kebingungan bahkan salah dalam memahami Al Qur'an.

"Kalau memahami AL Qur'an terjemahan salah, maka akan salah pula dalam memahami agama, misalnya dalam permasalahan radikalisme," paparnya.

Shabbarin menambahkan bahwa setelah melihat terjemah al qur'an dalam berbagai bahasa, ternyata metode yang digunakan sama dengan metode penerjemahan di Indonesia, sehingga kemungkinan salah juga besar. Metode penerjemahan tidak sekedar dilakukan secara harfiyah, tetapi harus tafsiriyah, sesuai konteks dan didukung oleh ilmu agama yang benar.

"Terjemahan dari Kementerian Agama tersebut sebenarnya telah diteliti oleh Al Ustadz Muhammad Thalib (Amir MMI-red.) selama lebih dari 10 tahun, bahkan semenjak beliau masih menjadi mahasiswa," tandas Shabbarin.

Dampak buruk kesalahan terjemah antara lain terganggunya kerukunan hidup antar umat beragama, misalnya dalam memahami Surat Al Baqarah ayat 191, dalam terjemah Kementerian Agama ditulis "... dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Makkah)..". Dalam terjemah ini seolah-olah ayat ini membenarkan untuk melakukan pembunuhan musuh di luar zona perang dan masa perang, hal ini tentu sangat berbahaya bagi ketentraman kehidupan masyarakat karena pembunuhan terhadap musuh di luar zona perang sudah pasti menciptakan anarkhisme dan teror, suatu keadaan yang tidak dibenarkan oleh syariat Islam itu sendiri. Sedangkan tarjamah Tafsiriyah dari MMI adalah "...wahai kaum mukmin, perangilah musuh-musuh kalian dimanapun kalian temui mereka di medan perang dan dalam masa perang...". Dengan terjemahan ini orang awam tidak bisa didoktrin dengan ayat ini atau bahkan ditipu oleh orang.


Sehingga terjemah seperti ini mengantisipasi adanya upaya-upaya dari pihak-pihak tertentu untuk meradikalisasi umat Islam. Selain itu masih ada ayat-ayat lain yang bisa disalahpahami oleh masyarakat, yang hasilnya bisa keliru dalam menjalankan agama ataupun justru bertentangan dengan syariat Islam itu sendiri. (mc)